Instagram

Saturday, June 15, 2019

Cerita dibalik sebuah foto (gambar)

Saat masuk ke sebuah tempat makan dan siap untuk memesan, maka saya berkata kepada pelayan, saya pesan ‘pisang ovo’. Lalu pelayan berkata : ‘ga bisa bu, sedang dalam proses’. Kemudian saya bertanya, pisang apa yang ada, dan pelayan bertanya kepada koki. Dijawab oleh koki bahwa semua pisang di menu, tersedia. Maka, kembali saya pesan ‘pisang ovo’ sambil menunjuk daftar menu. (Pisang Bakar Ovomaltine), dan sang pelayan mengerti. Rupanya pelayan mengartikan kalau saya bertanya ‘bisa ovo’ (cara bayar). Hahahaha

Setelah makanan, maka saya memesan minuman. Saya pesan Kopi Toraja V60. Proses memesan, aman. Lalu datanglah segelas kopi dengan peralatan vietnam drip plus krim kental manis di dalam gelas. Saya kaget. Lalu saya jelaskan kalau saya pesan V60, alias pakai filter, dan kopi hitam (tanpa gula). Kemudia pelayan ke barista untuk menanyakan, dan dijawab oleh barista bahwa mereka tidak mempunyai brewing jenis itu (V60). Tadinya kopi vietnam drip tersebut akan dibawa masuk kembali, tapi suami bilang ke pelayan untuk biarkan saja di meja, nanti diminum. 

Akhirnya saya pesan toraja baru dengan versi tubruk, sambil menjelaskan ke pelayan dengan tersenyum, bagaimana menyeduh kopi tubruk. Dan pelayan juga tersenyum karena sepertinya kalau tubruk, dia tahu cara membuatnya. Pesanan yang penuh cerita.

Salam JaMak!

 Inilah penampakan pesanan tersebut.

Kopi toraja tubruk, kopi toraja vietnam drip, dan pisang bakar ovomaltine

Saturday, June 08, 2019

Perjalanan ke Pattaya dan Bangkok (4-6 Juni 2019)

Perjalanan kali ini agak sedikit berbeda. Biasanya kami hanya akan pergi ‘dadakan’ (hari itu beli tiket, hari itu berangkat atau besoknya berangkat) di seputaran Indonesia (seringnya Bali). Tapi kali ini tiba-tiba muncul ide untuk pergi ke Thailand. Singkatnya, senin sore beli tiket dan dapat, lanjut tukar mata uang dan city check ini, maka selasa pagi kami terbang ke Don Mueang airport. Berbekal sedikit info dari 2 blog yang saya baca, maka kami sepakat untuk lanjut ke Pattaya setelah mendarat. Oh iya, kami memutuskan booking hotel terlebih dahulu untuk keperluan imigrasi. Perjalanan ke Pattaya  cukup nyaman. Kami naik bus. Lalu kami menginap di Sabai Wing. Menurut saya, Pattaya Beach biasa saja. Masih lebih bagus pantai-pantai di Bali dan Malang Selatan. Yang membuat Pattaya berbeda adalah kehidupan malamnya yang lebih ‘berani’.
Bus ke Pattaya


Setelah hari pertama di Pattaya, kami memutuskan untuk tidak buru-buru ke Bangkok pada hari kedua. Kami melanjutkan kegiatan di Pattaya, dan kami memilih ke The Sanctuary of Truth sebelum sorenya kami ke Bangkok.

Di Sanctuary inilah saya menemukan satu hal yang sangat menarik. Dari milyaran manusia di dunia, saya bisa berkenalan dengan seorang gadis Rusia yang ternyata mengajar di tempat dulu saya pernah mengajar. Kejadiannya adalah saat saya menawarkan diri untuk memotretnya karena dia datang seorang diri dan dia berdiri dekat-dekat saya sambil memandang object yang menjadi target foto. Setelah chit chat beberapa saat, maka kami bertukar IG. Dan ternyata, dia kost di daerah yang tidak jauh dari tempat tinggal orang tua saya.
Saya dan teman Rusia saya.
Setelah selesai di Sanctuary, kami memutuskan untuk menuju Ekkamai dari Pattaya, bukan Chatuchak (Mo Chit) seperti saat kami berangkat ke Pattaya. Setelah tiba di Bangkok, kami sedikit bingung dengan transportasi yang kami gunakan. Akhirnya kami putuskan menggunakan bus. Dan ternyata, daerah yang kami tuju untuk menginap berikutnya (Khao San Rd), lebih dekat bila kami turun di Mo Chit, bukan Ekkamai. Hahaha. Tapi tak apalah, justru karena hal tersebut, kami jadi ada cerita. 

Saat kami tiba di Bangkok, setelah naik kereta dari Ekkamai, kami bingung dengan nomor bus dan bus stop apa yang harus kami tuju untuk ke Khaosan, maka saya bertanya kepada seorang perempuan. Dan dia mengajak saya untuk lewat lalu lintas air. Wow, tidak disangka, kami jadi tahu hal yang belum tentu turis lain tahu. Tapi sayangnya perahu yang akan kami naiki ternyata sudah tidak beroperasi (Pk.19.55). Akhirnya kami disarankan untuk naik bus, dan perempuan itu kembali melanjutkan perjalanannya menggunakan perahu karena rute dia berlawanan dengan rute kami, dan perahunya masih beroperasi. Dan kami akhirnya menggunakan bus dan tiba dengan selamat di hotel kedua (Dang Derm in The Park).
Saya dan teman Thailand yang baik hati


Hari ketiga, kami memutuskan untuk mencoba Chao Phraya River Cruise sebelum sorenya kami kembali ke Jakarta. Perjalanan dilalui biasa saja. Menikmati Museum, Grand Palace, dan Wat arun. Ternyata waktu kami tidak mencukupi untuk menjelajah semua spot yang ada di setiap dermaga (pier). Akhirnya dari Wat Arun kami memutuskan untuk ikut kapal sampai ke pier akhir dan lanjut untuk kembali ke pier awal kami. Ternyata, di pier akhir, kami tidak bisa langsung ikut kembali ke pier awal. Semua penumpang harus turun dan menunggu untuk naik kapal selanjutnya yang kembali ke pier awal. Petugas memberi tahu bahwa kapal akan tiba 20 menit lagi. Saya bertanya ke petugas, apakah boleh menggunakan colokan listrik yang tersisa (1 spot) untuk mengisi batre hp. Lalu dia memperbolehkan. Yeay!. Tidak lama, kapal datang, maka saya dan para penumpang lain, berjalan menuju kapal. Hehehe. Saat sudah duduk, saya baru sadar kalau saya masih mengisi batre. Saya lompat dari kursi lalu berlari ke dermaga lagi. Karena sepanjang saya ikuti, kapal tidak pernah lama saat merapat di dermaga untuk naik-turun penumpang. Panik, bukan kepalang. Tapi saat saya lompat dari kapal ke dermaga, di saat bersaman, petugas yang tadi memperbolehkan saya menggunakan colokan, juga sedang berlari ke arah saya sambil membawa hp saya. Duh Gusti, selamat deh itu hp. Masih jadi milik saya. I said: thank you, thank you, thank you, 🙏 . Dia tersenyum. Saat kembali ke kapal, ditertawakan oleh penumpang lain. Untungnya, yang menertawakan lumayan ganteng. Hahaha.
Di dermaga inilah iPhone saya nyaris menjadi warga Thailand


Selain kejadian-kejadian yang saya sampaikan di atas, ada juga hal-hal menarik lainnya yang dijumpai di Thailand. Pertama, selama saya di sana, semua petugas pengoperasian bus (sopir, kondektur, penjual tiket) adalah perempuan (ibu-ibu), begitu pula dengan kapal dan jasa lainnya sepeti toilet dan restaurant, kebanyakan adalah ibu-ibu. Kedua, kebersihan di kota Bangkok dan Pattaya sangat terjamin. Sampai-sampai, toilet di terminal bus juga sebersih toilet di mal dan hotel mahal. Nah, untuk kebersihan di toilet ini, saya punya cerita juga. Jadi, saat saya masuk toilet, saya letakkan botol minum plastik saya,  di dekat wastafel bercermin karena saya mau masuk ke toiletnya. Lalu saat saya selesai dan keluar, saya sudah tidak menemukan botol tersebut. Saya tanya ke petugas yang jaga, mereka bilang tidak ada. Hiks, sedih, karena saya senang botol itu. Besar, hasil dari 100% daur ulang, saya beli di Bali. Dan saya tidak menemukan botol seperti itu di Jakarta. Karena terlalu bersih, apapun bentuknya, jika dianggap sampah, mereka bersihkan.

Liburan yang penuh kejutan. Itulah yang membuat saya selalu senang untuk berlibur tidak dengan tour and travel. Banyak hal-hal unik dan cerita menarik yang hanya dapat kita temukan dan dapatkan dari interaksi kita dengan penduduk asli daerah/negara yang kita kunjungi. Tapi kalau lagi mau enak-enak saja dan tidak mau banyak berpikir, maka saya akan ikut tour and travel.

Salam JaMak, Jalan dan Makan.